malam datang, sayup-sayup deru mesin memekakkan telinga. kupandang sepasang mata sedang gelisah dibuai dilema. diam, aku hanya memandanginya diam. semakin sayu saja sepasang mata itu.
secangkir kopi tersuguhkan, hangatkan. sebuah bincang ringan tentang hidup kusuguhkan. ya, seperti itulah, hidup tak pernah lelah untuk menuntut. tapi, mata itu terlalu jauh memandang. sepertinya kosong.
sahabat, katakan saja apa yang terjadi. biar aku dan kopi ini jadi pendengar baik.
gelisah duduknya, mungkin ada duka di hatinya, atau sedang beramarah pada jalan hidupnya. perlahan malam semakin malam. dingin semakin dingin. kopi pun ikut menghitam dan mendingin. tak hiraukan siapa, tak hiraukan bagaimana, keluhnya seakan menggugah semua bulu kudukku..
sahabat, nikmati dulu kopimu. mungkin sedikit bisa menenangkanmu. ucapku lirih. diminumnya, dirasakannya sampai masuk tenggorokan.
sejak itu, malam demi malam dilalui dengan cecaran ceritanya, kopiku diam saja mendengarkan. tak berani berkata apapun, hanya mendengarkan. sisa amarah seakan masih memerah di sorot matanya. masih bara. dan kukunci rapat mulutku untuk itu.
maaf, mungkin tak banyak yang bisa kukatakan, aku hanya mampu mendengarkan. aku tak berani ambil sikap untuk itu. karna aku tak ingin merusakmu. dan aku hanua mampu sediakan tubuh, dan waktuku untuk menjadi sahabat pendengar terbaik untuk keluhmu.
waktu kini telah berlalu. kabar tentangmu seakan tak kudengar lagi, sesaat setelah kau ikrarkan tak hiraukan masa lalu. pesan singkat di ponselku pun tak pernah kutemui namamu. semua berubah seketika, sekejap saja. mungkin aku ikut serta pada masa lalu yang tak ingin kau hiraukan pada ikrarmu..
ah, semoga kau baik-baik saja di sana, sahabat. dan katakan pada sahabatmu, kau jantan petarung dunia. bukan kambing perah yang diikat lehernya.
jika mungkin nanti dunia berbalik, kau tau dimana aku berada. temui aku di samping kopi yang pernah kau tinggal terakhir kali..
-piko
Tidak ada komentar:
Posting Komentar