Kamis, 31 Juli 2014

kopi untuk sahabat


kopi, dalam keheningannya malam, hangatnya luluhkan angkuh dingin angin. sahabat datang dengan ribuan candaan, menerkam kelam semakin dalam.
gelak tawa ceria menyeruak dikeheningan, ah, seakan malam ini tak berbatas lagi.

teguk demi teguk hangat kopi kita rasakan, sembari tepiskan rintik hujan.
hangatnya menusuk membawa hangatnya persahabatan.
bintang takkan pernah jadi milik kita, tapi kita sinari malam dengan kasi indah persahabatan yang membintang.

manis, kopi ini begitu manis.
rengkuhlah dengan kasih yang tak pernah akan terkikis.
lihatlah didasar cangkir terlapis, disana ada ampas yang menunggu dengan miris.
diam dalam penantian, dan siap terlupakan.

ah, ini kopi, reguklah.
rasakan betapa hangatnya begitu dirindukan tubuh ini.
secangkir untuk persahabatan.
hangat dan manisnya takkan pecahkan memunafikkan.
kebersamaan dan candaan, selalu terlampiaskan.
meski kadang muram selimuti kegelapan..

Rabu, 30 Juli 2014

rintih janda di gubuk tua

sore itu, hujan kembali datang dengan serombongan angin.
membelai, dan menampar gubuk tua.

kilat datang mengagetkan, sebelum gemuruh langit.
awan sore itu begitu ingin tampil dan berpose dihadapan bumi.

-----------------------

seorang janda keluar dari balik pintu reot gubuk tua. membawa semua panci dan ember yang ia punya.
menaruh ember disamping kursi kayu rapuh. lalu ia duduk sendiri.

dibalik matanya, seperti ada binar kaca. dan bibirnya tak henti menggumamkan panjatan dan doa pada pemilik hidupnya.
ditangan kanannya, bergulir tasbih putih oleh-oleh haji tetangga ujung jalan.

tak henti dia gulirkan satu demi satu butir tasbihnya, sambil bibirnya tetap menggumam.

was-was, dan takut istananya akan runtuh terseret angin. karna itu satu-satunya yang ia punya.

sendiri dalam dingin yang menggigil, dia merintih pada Tuhannya..
bukan tentang bagaimana membangun negaranya, tapi bagaimana hujan itu berlalu dan istananya tetap kuat sampae mentari esok tiba..

meraja rasa tanpa ragu setia

meraja rasa tanpa ragu setia

segumpal tanya yang tersimpan ayu dipelipis mata, menangis.
menghujami bumi denga air yang tak usai berderai
membuka luka yang tak pernah berujung cinta

lelaki kecil duduk sendiri dengan secangkir kopi
mencoba mengenang kisahnya yang berlalu 
cecaran tanya dari bibirnya untuk hatinya
mengapa hanya kita yang rasakan semua..?

berbekal keangkuhan yang diwarisi
langkah gontai menari,
mencoba menyapa lembut bumi
meski tangis tak habis basahi pipi.

ah, dunia..
kemana arah angin esok pagi..?
insan sepi yang tertunduk lesu disini,
berharap ada sisa bintang di sapa lembut mentari..

dan insan disini,
masih setia dengan rindu yang pernah menyapa mimpi.
menjaga itu,
dan tetap menjaga..

semoga mentari meluluh dan tersenyum, lalu memelukku..

kepakan lembut jemari cinta


jalan panjang,
tergenang air dan ramainya penjaja souvenir.
riuh mengaduh sampai jalan terakhir.

ah, hujan sepertinya mengganggu usik jemari kita yang saling meremas.
kudekap saja dirimu,
dan coba menahan hujan yang siap basahkanmu,
dengan tanganku.

seorang tua disudut jalan jajakkan minuman.
menghangatkan.
kau memanja padanya,
dan aku merayumu mesra.

berjalan kita berlalu.
menyusuri malam, lalu menerobos derai hujan.
bercanda dengan dingin,
kita nikmati hangatnya kopi dihamparan tanah lapang.
lalu kerling bintang seakan ikut merasakan.
dia malu tak tampakkan sendu.

kau berkisah tentang dirimu,
begitu juga denganku. 
lalu anggukan pasti, kau berikan saat kuucapakan "kita saling memiliki'

kau menggigil dingin,
gemetar bibirmu begitu kencang.
ah, ini dadaku untuk memelukmu,
lalu hangatkanmu.

hari demi hari,
kita lalui ribuan rasa dan segudang cinta.
tak luput pula dosa,
dari sepasang anak manusia.

tertawakan sepi, lalu menyepikan keramaian,
kitalah pencipta alur cinta.
meski hanya di hati kita sendiri.
lalu bahagia, dengan cara kita.

suatu waktu nanti,
dijemari lembutmu,
ijinkan ada cintaku yang melingkarinya.
dengan semua setia yang kupunya,
kuletakkan dinyawamu saja.

karna kita bukan lagi layaknya sepasang burung,
yang terbang beriringan lalu berkejaran.
kitalah sepasang kepak sayap burung,
yang siap terbangkan cinta.

republik kardus kolong jembatan

penderita dunia,
yang tlah kalah dalam bengisnya perang kehidupan.

mereka yang selalu ada ditepi-tepi jalan raya,
dengan busana sisa lebaran dua tahun lalu.
robek dan kotor,
meski telah dicuci hujan. lalu kering karna guyuran terik mentari.

----------------------------

penderita dunia,
yang tlah kalah dalam bengisnya perang kehidupan.

beralas kardus-kardus sisa,
dan plastik-plastik kotor menjadi selimutnya.
mengolong dibawah jembatan,
lalu tertawa, menertawakan kekalahannya..

---------------------------

penderita dunia,
yang tlah kalah dalam bengisnya perang kehidupan

melahirkan anak-anak jalan raya.
yang akan besar dengan mimpi yang berbeban menopang jembatan.
berlari-lari dengan kejaran aparat dan hujaman air langit.

takkan ada kebahagian lagi dinegriku,
mereka, akan tetap ada.
lalu muncul dengan tangisan yang tulus dari nasibnya, membayangi mimpi setiap kita yang berhati..

adakah arti kita mencari hebat dunia, jika dimimpi kita akan tetap saja ada tangis mereka..?

membayangkan mereka menimang bayi-bayi jalanan, seakan sepotong pizza tak lagi pantas lambungku menerimanya..

aku dan mereka sama.
kasih dan cinta, tetap tertuju padaNya..

jerit hati seorang lanang pada angan

jerit hati seorang lanang pada angan

maafkan semua salahku,
yang tak bisa merubah daftar nama panjat doa setelah sujud-sujud terakhirku.
dan kau berada diurutan ke-empat..
1, untuk nabiku;
2, untuk senyum tenang arwah ayahku;
3, sehat dan senyum ibuku;
4, bahagiamu

--------

sepertinya, alasan apapun akan kuterima untuk bahagiamu.
termasuk "alasan bahagiamu, karnanya"

-----

kadang aku berfikir,
harus berapa kuil ikhlas yang harus kulalui..?

atau aku harus berjalan kebarat,
melewati seribu kuil ikhlas,
untuk mendapatkan cinta suci..?

menghentakkan kaki pada bumi,
agar dewa bumi datang dengan membawa harum tanah setelah hujan,
untuk kusampaikan padamu..

melempar langit dengan sejuta petasan,
agar dewa langit datang dengan membawa bintang dan mentari,
untuk kuserahkan padamu..

mencemari laut dengan potas,
agar dewa air datang dengan membawa canda tawa ikan dan karang untuk kuberikan padamu..

mengotori udara dengan kepul asap,
agar dewa angin datang dan mau menyampaikan semua rinduku padamu..

--------

aku masih lelaki jantan yang merindukan wanita ayu menawan untuk kusanding disatu-satunya pelaminan, lalu membahas semua agar tak lagi ada sesenggukan..

akulah sang lanang, yang menjerit lantang untuk menantang..

marisha

wanita jalang terlahir cantik bernama marisha.
menyemburatkan aroma wangi dari sekujur tubuhnya, yang seakan mengundang para pemilik hidung belang..

wajah cantik nan rupawannya tersenyum memanja, seperti isyaratkan ajakan untuk semua lelaki.. senyum itu seperti terobral gratis lalu laris manis..

satu demi satu tubuh gagah para lelaki mendekapnya buas..  ya, mungkin seperti harimau yang sedang buas dengan liur menetes ditaringnya.. lapar dan dahaga..

senyum manis dan lembutnya tak  berbalas dengan senyum setiap lelaki yang mendekapnya.. bahkan mungkin cambuk dan tikaman yang ia terima..

sakit..? mungkin marisha sudah lipa kata itu..

marisha cantik, itu yang biasa mereka sebut.. memancarkan senyum ditiap waktunya. tanpa harus merintih setelah tikaman dan tikaman para lelaki belang..

disana, diluar sana, tak ada yang bisa merasakan beban berat hidupnya.. hanya sekedar mengerti akan kebutuhan susu untuk anaknya saja, misalnya..

semua hanya sibuk dengan hujaman makian untuknya, yang seakan menutupi cambukannya kemarin malam..

pernahkan mereka sadar..? marisha terlahir juga dari kasih sayang orang tuanya.. marisha juga manusia yang memiliki hati untuk menyambut cinta.. dan dalam sadar marisha juga butuh pelukan hangat, bukan cambukan..

semoga marisha memiliki cintanya kembali..