Minggu, 28 September 2014

wajah dunia

seorang anak berjalan sendiri.
menyusuri malam yang terasa begitu sepi.
dingin, menggigil menusuk tubuh kecilnya.
hanya beralas sandal japit biasa.

wajahnya penuh dengan bahasa luka.
lelah dunia seakan ada semua di sana.
lapar, lelah, dingin, tak tentu arah, dan rindu ingin pulang ke rumah, seakan berbicara lirih dari matanya yang sudah mulai sayu.

tapi bibirnya masih berdendang.
mendendangkan lagu bahagia.
untuk sekedar menghibur orang-orang di sekitarnya.
lalu berharap welas asih sekedarnya dari penikmat suaranya.

ada yang memberinya karna kasihan.
ada juga yang memberinya cemoohan.
semua seperti sudah biasa baginya.
lalu dia hanya membalas dengan senyuman saja.
senyum pada semua, dengan sama rata. tanpa pengecualian.

sekecil itu..??
dunia sudah tampakkan kebengisan pada lelaki sekecil itu..?
sekecil itu..??
dunia sudah memisahkan dia dari masa bermain dan peluk hangat orang tuanya..?
sekecil itu..??
dia sudah bisa melapangkan hati untuk bisa menerima cemoohan..?

di sana, di bagian bumi berbeda, anak seumurannya sedang merengek memanja meminta tablet untuknya bermain game sembari menikmati ice cream.

inikah wajah dunia..?
hebat..!!

Sabtu, 27 September 2014

sahabat, apa kabarmu di sana..?

masih ada yang tertinggal di sebuah kisah lalu yang kita lewatkan bersama.
sebuah mimpi tentang kebersamaan.
untuk bisa melenggang manis di bibir jurang tantangan.
lalu meraih bahagia dengan kepal tangan saling bergandengan.

begitu banyak indah yang kita lewati.
bahagia, tawa, haru, dan emosi.
kita hadapi dan kita lalui bersama.

suka dan duka masih tersisa.
tersisa manis di kopiku.
semua tentang kebersamaan kita lalu.
sebelum sombong dunia menghabisi.
lalu memberi kita rentang jarak yang begitu mampu sakiti hati.

kebersamaan kita pernah sempurna.
bahkan kita pernah merasa memiliki dunia.
kita dapatkan harta, kita luluhkan keras cinta.
sebuah bahagia untuk kebersamaan, bukan..??

dan waktu kini berjalan lirih.
detik dan menit seakan membawa puing kenangan menjadi rindu.
sesak.
tak lagi ada tawa dengan bersulang kopi.
tak lagi ada saat kita duduk bersama lalu saling berbagi.

sahabat, apa kabarmu di sana..?

konak mata nafsu mereka

secangkir kopi manis.
lamban kunikmati.
duduk di peraduan dunia.
hanya ada indah saja.
sejauh apapun mata memandangnya.

sapa seorang tua yang berjalan turun memikul kayu bakar untuk rumahnya, segarkan hari.
ramah dalam senyuman, hangat dalam sapaan.
kutawarkan kopiku untuknya, tapi dia hanya mempersilahkan saja.
tak ada bincang lama, mungkin dia bergegas ingin sampai rumahnya.
menyapa canda dan senyum cucunya.

entahlah, bagaimana cara Tuhan ciptakan indah ini.
bak karya seni agung yang tak mungkin tangan manusia ciptakan.
begitu detail, begitu presisi, begitu terlihat nuansanya, begitu indah perpaduan warnanya.

ah, manusia bisa apa..?
aku semakin merasa kecil di sini.
semakin merasa tak berarti.
hanya duduk bersanding kopi, lalu memandangi hamparan indah ciptaan Illahi.
melamun saja aku dibuatnya.

sebagian mereka, bergantung hidup pada indah ini.
apa saja mereka dapat.
tapi sebagian lagi berwajah senyum malaikat, tapi tangannya menggerayangi bumi di sini.
matanya begitu sadis memandang eksotik tubuh bumi.
nafsunya membiru, liurnya menetes jatuh.
konak dia memandang ini semua.

niatnya begitu saja datang seraya nafsunya.
menyetubuhi bumi ini.
merampas semua indahnya, lalu menyisakan luka pastinya.

tidakkah mereka ingat,
bumi pun bisa berontak.
dan saat itu terjadi, tak satupun dari kita yang sanggup sembunyi.

cobalah pikirkan anak cucumu..

Jumat, 26 September 2014

rindu malam, kopi, dan aku

dan cangkir kopi yang kau suka sudah kuhidangkan.
bersanding dia dengan cangkir kopiku.
manis.
seakan bercanda, seakan berbincang mesra.
sayang aku tak bisa mendengarnya.

di sini, malam sedang merangkai tanya.
tentang semua yang terjadi.
tentang malam-malam lalu yang terlewatkan.
dan dia bertanya pada sepi.
terjawablah pasti.

mungkin malam juga sedang menanti.
riuh anginnya begitu gaduh.
tak sabar ingin memeluk dingin sebuah tubuh.
sayangnya mungkin sudah terlalu jauh.
bahkan untuk sekedar terrengkuh.

menyisakan rindu.
rindu malam, rindu kopi, dan rinduku.
bisa kau bayangkan,
bagaimana perbincangan kami malam ini..?
iya, sepi..

harusnya bermain

anak-anak kecil lari bertelanjang kaki.
berteriak bebas layaknya mantan pendosa yang keluar bui.
mengejar yang tak ada,
tapi begitu riang gembira.

aku ingin seperti mereka.
berlarian bebas semaunya.
berteriak lantang sekenanya.
tertawa lepas tanpa dahaga.
lalu bermain tertawakan dunia.
tanpa beban.

mungkin hanya masalah jaman.
hari bergulir tak beraturan.
lalu sampaikan diri pada sebuah pijakan.
di mana semua mata menghamba pada harta dan kekuasaan.
lidahnya menjilati bangkai jalanan.

arus ini begitu deras.
membawa insan tenggelam dalam buas.
semua tentang harga diri seakan terampas.
habis, habis semua tak berampas.
seperti kopi dari seberang sana yang di sesap tanpa ampas.

mungkin harusnya tak seperti ini.
andai masih ada jiwa dan martabat diri.
andai kita masih bisa saling bertoleransi.
andai kita masih menjaga untuk saling menghormati.

kini, apa yang bisa kita tinggalkan pada anak-anak kita nanti..?
masihkah akan ada permainan di lapang yang luas esok nanti..?
masikah ada mimpi-mimpi yang diterbangkan angin sore seperti tadi..?

bukan karna nasi telah menjadi bubur,
tapi cobalah kau tanak nasi kembali..

Senin, 22 September 2014

obat luka sayap parkit

parkit kecil menyanyi.
tak jelas arti, tapi indah kudengar sampai hati.
alunannya begitu harmonis.
meski sesekali dia memijak kotoran, tak manis.

di sangkar mewahnya, semua ada.
harta, wibawa, dan semua tentang hebat dunia.
tapi sepertinya tidak dengan cinta.
itu matanya yang bicara.

apa yang salah dengan sangkar ini..?
kuamati. sambil ngopi.
kupelajari, sambil ngopi.
kucermati, sambil ngopi.

lama, bahkan sampai parkit itu tertidur dengan satu kakinya.
memejam matanya seakan menutup muka gundah hatinya.

dan saat terbuka matanya, coba kusediakan sangkar sederhana.
tepat di samping sangkar mewahnya.
tidak sehebat dan senikmat biasanya,
tapi coba kutawarkan kenyamanan yang belum dia coba.

kepak sayapnya bergegas mengambil tempat.
meski kuucapkan "di sini tak seperti di sana".
dia tak hiraukan ucapku.

biaiklah, terbanglah di sini.
menarilah, dan bernyanyilah di sini.
sebebas apa yang kau impikan selama ini.

biar perlahan kusediakan obat untuk bulu sayapmu yang pernah tergores karna sangkar mewahmu, dulu.

agar engkau lebih indah lagi.
agar aku selalu dengar semua nyayian indahmu yang tanpa tapi.
dan agar kopiku tak lagi sepi.

rimbamu yang indah menggugah

berjalan menelusuri rimba hatimu.
kadang mencabik buas setiaku.
kadang kutemukan kurma manis, sekedar pengobat cabik ganas yang bengis.

mungkin pelantun nada-nada pengiring rimba sedang cuti.
heningnya begitu sendiri.
cuap-cuapnya tak terdengar lagi.

rimba ini tak jelas, mencekam.
tepiannya tak segera kutemukan.
bahkan saat ku balikkan arahku untuk menelusuri pusatnyapun, tak dapat ku temukan.

rimbamu begitu lebat, sayang.
cahaya ramah matahari pun seakan enggan menyapaku.

di sini, aku duduk sendiri meratapi semua langkahku.
mungkin aku salah.
mungkin seharusnya aku tak di sini.
mungkin karna rimba ini begitu rumit untukku.

kini yang ada hanya sesal.
tapi harus kuakui, rimbamu begitu indah.
meski kurang seberapa ramah, tapi rimbamu begitu menggugah.

ijinkan aku tetap di sini saja.
biar ku cari sendiri jalanku dari sini.
meski tak semestinya, tapi ini kujalani saja.
apa adanya, seperti yang Tuhan janjikan pada ajaranku saat masih ingusan dulu.

haruskah harusnya..?


ditikam kenangan
rindu mampus terkapar di sudut ruang
menghela sisa nafas di tenggorokan
lalu merintih kesakitan.

enyah saja jika memang tak bernyawa
tak perlu menyiksa.

biar kenangan manis tersenyum dalam bayangan.
mungkin rindu sesekali akan datang.
tapi aku akan terbiasa karna memang kau tak akan pernah ada.

biar semua rindu hangus.
biar cinta itu lebur.
biar mimpi dulu runtuh

meski nanti sesak akan begitu hebat sempitkan dada.
tapi kupercayakan padaNya.

Dia.
Dia yang pernah berjanji bahagiakanku.
Dia yang pernah berjanji buatku tak menyapa tangis sepi lagi.

karna aku bukan milikmu.
aku milikNya, yang sedari kemarin kau nikmati.
yang sedari kemarin kau cumbui tak habis dengan liurmu..