Jumat, 17 Oktober 2014

pantai sepi saksi abadi

sendiri melangkah.
di pesisir pantai kosong.
hanya cengkerama mesra ombak dan angin saja.
lalu tersambut pasir halus.
sampai tepian kakiku.
itu saja.
sepi dan kosong.

jika saja mungkin.
kukatakan sepi adalah virus.
yang seakan juga racuni sendi-sendi hati.
lalu semakin kian sendiri.

semilir angin begitu lembuh.
menyapa halus berpagut.

pernah kutulis namanya
di pasir pantai ini.
bukan putih,
tapi pasir hitam.
tepat di samping dermaga yang diam.
lalu pernah kuceritakan
pada ombak di sini.
bagaimana lembut tiap sapa tangannya memelukku.
bagaimana tiap detail sennyumnua yang slalu mampu bangkitkan semangat mudaku.
bagaimana dia selalu ada untuk selalu ingatkanku segala hal.

kini,
aku berdiri di sini.
masih seperti dulu,
sendiri.
hanya berteman sepi.
tapi entah,
mengapa virus sepi sudah menjalar pada hati.
mengakar kuat dan tak ingin pergi lagi.
yang seakan mengaamiinkan sepi pantai ini menjadi kian begitu sepi.

mungkin ini karna waktu.
atau,
mungkin aku yang tak pandai menjaganya.
tapi yang jelas ini bukan karna egonya.
yang memilih pergi dan berlalu.

kuhargai setiap pilihannya.
mungkin saat itu aku begitu tak pantas
meski hanya untuk sekedar disejajarkan sebagai pilihan.
aku terima..

pantai masih berkawan denganku.
meski kopi yang kubawa tak sengaja kutumpahkan.
meski puntung rokok berkali-kali kubenamkan di tanah pantai.
tapi pantai ini masih berkawan denganku.
menyapaku dengan anginnya yang lugu.

biar.
biar kini kujadikan pantai inisahabat baruku.
tempat di mana aku selalu bisa bebas dan tenang.
sampai saatnya nanti.

sampai saatnya dia kembali lagi.
lalu datang dengan senyuman
memelukku lagi.

dan akan kujadikan pantai sepi ini sebagai saksi yang abadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar