Kamis, 25 Desember 2014

jangan menangis, kopi

angin lirih menyapa lembut tubuh.
membawa serta luka lalu.
menggigil bagai dingin.
walau pelukan hanya sebatas ingin.

pernah kau menangis, kawan.
menangisi semua tentang kehilangan.
tentang nyawa, rasa, harta, juga cinta.

air mata seakan tak henti kau deraikan.
rengekkan tanpa ujung kau teriakkan.
mengais yang tersisa,
mencari yang masih ada,
dan menemukan yang sudah tiada.

seorang anak berteriak,
menemukan potongan tangan ayahnya yang telah kaku membiru di bawah serpih reruntuhan.
seorang wanita dengan sesenggukannya yang jarang,
masih berusaha mencari balitanya yang tersapu ombak lepas dari pelukan.
seorang lelaki kebingungan mencari kesana-kemari keluarganya yang telah hilang saat dia membuka mata.

Tuhan tunjukkan kuasanya,
bumi diperintahkan tunjukkan kedigdayaannya.
seakan airpun bisa bernyawa.
dan manusia hanya bisa diam saja memandang yang tak pernah terpikirkan olehnya.

mereka sebut bencana.
mereka sebut musibah.
tapi Tuhan selalu punya cara untuk mengingatkan.

kini waktu telah berganti, kawan.
tangis yang dulu,
kini menyisakan kenangan.
luka kehilangan, membekas begitu dalam.
tapi percayalah, Tuhan tak akan tinggal diam.

dari ujung sana, percayalah.
percayalah cinta akan tiba pada saatnya.
lalu tegaplah lagi.
berdiri dan memandang terangnya mentari.
berdiri dan kembali menantang mentari esok pagi.

dari sini,
barisan doa kuaamiini di tiap tegukkan kopi.

Jumat, 31 Oktober 2014

kopiku diaduk pensil

ramai sapa pagi.
secangkir kopi temani diri sendiri.
riuh gaduh suara canda terlihat lembut di kebersamaan yang terhalang jarak.

"pagi", kata mereka.
membalas dan saling membalas tentang ucap pagi.
jarak tak lagi bisa meninggi egonya.
karna hangat sapa sederhana dari sahabat, selalu mampu pecahkan hening kegelisahan.

mungkin ruang memenjarakan raung.
mungkin tangan tak saling berjabatan.
tapi rasa saling menjaga, ada di setiap sapa dan kisah mereka.

di sana aku seakan menyapa luas dunia.
surabaya, malang, banyuwangi, jakarta, makasar, bogor, aceh, jember, bahkan ausatralia, saling menyapa pagi meski beda waktu mereka.

mengisi keresahan,
membagi canda kebahagiaan,
menjaga untuk tak saling hanyut dalam keresahan.
ah, mereka saudara yang pernah Tuhan pisahkan.

kadang mereka tertawa menghabisi kebodohan,
lalu bahagia dengan saling membalas sajak hebat.
maklum saja, mereka penikmat dan ibu yang siap lahirkan segal sajak tentang dunia.
mereka, punya cara untuk bersama.
meski jarak memisahkannya.

kadang mereka ceritakan resah,
lalu satu-persatu mengisi,
satu persatu memberi petuah.
sekedar mencoba saling hilangkan rasa resah.

kadang mereka membully,
dengan saling menghabisi.
tapi entah, seakan mereka curahkan kasih sayang dari segala yang mereka utarakan.

semoga waktu bisa tahu,
semoga pekatnya jarak bisa saling merebak.
lalu kebersamaan, mejadi kekuatan dalam hangat api unggun persaudaraan.

kalian, saudara yang pernah Tuhan pisahkan..

kopiku diaduk pensil.

si sexy pulang pagi lagi

paras ayu,
senyum manis,
mata tajam,
memandang goda untuk tiap yang dilihatnya.

dia wanita muda,
di hatinya ada keteguhan.
di benaknya sudah ada beban.
di pundaknya beberapa orang menggantungkan.
tapi sayang, dia wanita yang tak bisa berfikir panjang.

malam itu begitu keruh.
bak benang kusut yang menggumpal di otaknya.
segala beban yang ada,
segala masalah keluarganya,
seakan ditujukan kepadanya.
wanita muda usia.

sudah pernah diinginkan dunia yang sewajarnya.
sudah pernah sedikit dijalani bahagia yang semestinya.
tapi munkin dunia masih ingin menggoda.
dengan serentetan carut masalah yang menyapanya.

mungkin karna mudanya,
mungkin karna pengalamannya,
mungkin karna sekitarnya,
mungkin karna yang dia tahu itu saja.
langkahnya seketika kembali pada arah yang pernah dia palingkan.
menyapa malam lagi dia.

aroma bir tercium sudah.
asap-asap rokok menyesak di nafasnya.
teriakan demi teriakan terlontarkan.
meluap semua beban yang dia rasakan.

di tubuh sexynya,
tangan tangan lelaki memeluk menggoda.
bibir-bibir busuk lelaki mencoba meraih pipi dan lehernya.
tapi dia coba untuk bergeming.
tak membalas semua yang menimpanya.
mungkin sisa imannya masih ada.
mungkin sisa ibadahnya masih terasa.

ah, tapi apa yang bisa dilakukan wanita muda sepertinya.
dunia seakan permainkan semua.
memegang peranan penting di hidupnya.
memutarkan mimpi dari impiannya.
lalu merangkau jalan menunjukkan kembali kegelapan.

menangislah, seharusnya.
berteriaklah, seharusnya.
habiskan sisa air mata.
enyahkan semua penat dunia.
karna kelak, malam ini tak akan pantas kau jadikan kenangan manis di sisa hidupmu yang bahagia.

kopiku, jangan disalahkan

hampar hijau nan indah,
terpecah.
ranting jatuh gelisah,
menyapa gundah gersangnya tanah.

kaki berjalan tak henti.
telusuri ilalang rimbun.
setapak jalan dan kegelapan.
selangkah demi selangkah kepercayaan.
memuaskah rasa keingin tahuan.

di ujung sana,
suara gaduh seakan menyapa.
lelaki-lelaki tak lelah dunia.
bermandi canda,
membungkus realita.

kulihat mereka bermandi keringat.
sesekali diusap.
meski tak kunjung kesring,
meski tak kunjung habis,
tapi itu cara mereka kuat.

teguh sepertinya.
keyakinan seadanya.
yang mereka rasa,
hanya bayang nyanyian perut anak istrinya.

satu demi satu tumbanglah sudah.
menebas kesombongan gagah.
mencabut akar dari pelukan tanah.
sekuat tenaga mereka.
sehebat sisa nasi mereka.

seorang tambun dengan tangan di kantong jaketnya berteriak.
perintah seakan menjadi sabda wajib mereka.
melibas semua yang tersisa.

hei, ada kopi.
duduk aku menyapa mereka.
seakan ingin sejenak istirahatkan lelah mereka.
kubincangkan tentang lain sisi dunia.
menikmati kopi jatah mereka.
merasakan betapa pahit sebenarnya hidunya.
membagi kisah sedih,
mencampur tawa seadanya.

bukan tentang bagaimana yang semestinya.
tak akan bisa melawan kejamnya dunia.
jangan memandang hanya dari cara saja.
tapi bagiamana mereka tak lakukan yang tak sewajarnya.

mereka berdosa.
mereka tau itu.
tapi alangkah hinanya,
lelaki tambun yang hanya bisa cuapkan perintah itu.
yang munafikkan hidupnya.
yang bergaya seakan tak dosa.
yang berkata seperti dewa kebenaran saja.
tapi tangan kirinya mencekik leher lelaki-lelaki suruhannya, dan tangan kanannya membunuh tanpa ada sisa darah.

kopiku, jangan disalahkan.

Jumat, 17 Oktober 2014

pantai sepi saksi abadi

sendiri melangkah.
di pesisir pantai kosong.
hanya cengkerama mesra ombak dan angin saja.
lalu tersambut pasir halus.
sampai tepian kakiku.
itu saja.
sepi dan kosong.

jika saja mungkin.
kukatakan sepi adalah virus.
yang seakan juga racuni sendi-sendi hati.
lalu semakin kian sendiri.

semilir angin begitu lembuh.
menyapa halus berpagut.

pernah kutulis namanya
di pasir pantai ini.
bukan putih,
tapi pasir hitam.
tepat di samping dermaga yang diam.
lalu pernah kuceritakan
pada ombak di sini.
bagaimana lembut tiap sapa tangannya memelukku.
bagaimana tiap detail sennyumnua yang slalu mampu bangkitkan semangat mudaku.
bagaimana dia selalu ada untuk selalu ingatkanku segala hal.

kini,
aku berdiri di sini.
masih seperti dulu,
sendiri.
hanya berteman sepi.
tapi entah,
mengapa virus sepi sudah menjalar pada hati.
mengakar kuat dan tak ingin pergi lagi.
yang seakan mengaamiinkan sepi pantai ini menjadi kian begitu sepi.

mungkin ini karna waktu.
atau,
mungkin aku yang tak pandai menjaganya.
tapi yang jelas ini bukan karna egonya.
yang memilih pergi dan berlalu.

kuhargai setiap pilihannya.
mungkin saat itu aku begitu tak pantas
meski hanya untuk sekedar disejajarkan sebagai pilihan.
aku terima..

pantai masih berkawan denganku.
meski kopi yang kubawa tak sengaja kutumpahkan.
meski puntung rokok berkali-kali kubenamkan di tanah pantai.
tapi pantai ini masih berkawan denganku.
menyapaku dengan anginnya yang lugu.

biar.
biar kini kujadikan pantai inisahabat baruku.
tempat di mana aku selalu bisa bebas dan tenang.
sampai saatnya nanti.

sampai saatnya dia kembali lagi.
lalu datang dengan senyuman
memelukku lagi.

dan akan kujadikan pantai sepi ini sebagai saksi yang abadi.

kenang di tenang makam

rimbun.
ranting kamboja menutup anggun.
licin jalan setapak.
dihias hijau lumut.
sejuk.

jasad-jasad terbujur tenang.
menghening ditiup semilir angin.
seakan nuansa membawa serta.
dan nisan-nisan menjadi cerminannya.

di ujung sana, biru makam ayah.
berjajar dengan nisan saudaranya.
teduh juga,
rimbun juga,
tenang juga,
seperti lainnya.

anakmu datang, ayah.
entah ini waktu ke berapa aku duduk sendiri di sini.
sedang menghapus rindu,
meski tak pernah benar-benar terhapus.
lalu berbicara mengadu.
memanja seperti gila.
seperti halnya kau begitu dekat mendengar semua.

masih tajam di ingatanku, ayah.
bagaimana tangisku pecah,
saat kuantar kau untuk yang terakhir kalinya.
saat kulihat bagaimana senyummu untuk terakhir kalinya.

tubuhmu seperti diam membiru,
terbujur kaku,
bisu.
lalu tangan-tangan kokoh mereka menopangmu.
tapi senyummu seakan tak pernah ingin berlalu.
seperti ingin selalu ada di setiap waktu.

ayah,
di balik putih jubahmu,
ada tubuh hangat yang selalu sanggup memelukku.
di balik jubah putihmu,
selalu ada cinta kasih yang selalu sanggup bahagiakanku.
di balik jubah putihmu,
selalu ada senyum yang kau hidangkan setiap tangisku.

dan kau telah terbujur kaku, ayah.
lalu aka hanya bisa memandangmu.
duduk sendiri dengan tangis yang tak lagi bisa dibendung.
meski dengan menolak peluk ibu yang ditawarkan.

melihat mereka satu persatu,
menutup liang lahatmu.
menutupnya dengan tanah,
dan aku hanya menangis saja, ayah.
melihat mereka memasang nisan,
aku tetap menangis, dan semakin menjadi.

hanya sederhana yang kubayangkan.
tak ada lagi pelukanmu.
tak ada lagi candaanmu.
tak ada lagi petuahmu.
tak ada lagi cakap hangat saat berbagi kopi denganmu.

tangis semakin pecah, ayah.
kau pergi.
kau tidur abadi.
dipangku bumi.
menyapa rumah Illahi.

ayah, sujud simpuh kupersembahkan untukmu.
maaf yang belum sempat kuucapkan langsung di hadapanmu.
maaf untuk semua dosa yang kulakukan, ayah.
untuk semua kebodohan dan ketidak tahuanku..
maaf, ayah..

Rabu, 15 Oktober 2014

permintaan maaf piko

beberapa waktu lalu,
ada beberapa teman yang berkata pada saya tentang akun ini.
dia berkata,
akun kopipiko ini,
akun sajak yang paling sepi,
garing dan gak jelas.

saya bilang gini,
coba kamu ngopi.
coba rasakan benar,
gimana rasanya kopi.
kopi itu perpaduan.
ada pahit kenangan,
hitam masa lalu,
gelap masa depan yang belum bisa terlihat,
sama hangat semangat.
jadi satu,
jadi kopi.

akun ini cuman pengen mengisahkan kisah sederhana saja.
ingat pada Sang Pencipta,
pada apa yang ada,
apa yang selalu terlihat dan dirasa.
bagaimana bersahabat,
indahnya persaudaraan,
semangat menggapai masa depan,
percaya pada keberhasilan,
selalu bisa belajar dari apa yang pernah dijalani,
saling berbagi,
saling mengerti,
dan berbagai lagi.

kalo masalah garing apa enggaknya,
ya tergantung cara kita menikmati kopi..

kopi kadang diam,
kadang sendiri,
kadang hangat,
kadang pahit,
kadang kebersamaan,
kadang bahagia,
kadang bercanda,
kadang sedih,
kadang...
kadang...
dan kadang....kadang yang lain lagi..

bukan teman saya yang salah berkata,
atau salah mengartikan maksud dan tujuan saya.
tapi ini salah saya.
mungkin saya yang kurang bisa menyampaikan pesan kepada semua..
tapi ya inilah saya,
manusia yang juga punya kerterbatasan dalam segala.
maafkan saya.. :))

tertanda, admin yang sekaligus owner akun kopipiko. :))

Minggu, 12 Oktober 2014

kopi juga punya nyali

di sebuah sederhananya kedai kopi
lelaki-lelaki sedang berbincang tentang hebatnya hari.
mengeluh dengan panas mentari
melelah, lelah karna tuntutan diri.

mentari begitu terik
seakan merayu emosi
membelainya begitu halus dan lembut
sampai terbang melayang begitu tinggi
hanya karna ucap tak mengenakkan hati

segala perdebatan
segala caci makian
merubah seketika dari ketenangan
membakar suasana
gaduh bergemuruh

berkeringat mereka
meski tak banyak gerak yang dilakukannya
mungkin karan emosinya
yang membakar dirinya sendiri

seorang lain membentak seketika
coba meleraikan sepertinya
bukan dengan pelukan
tapi dengan keras dan kejamnya cacian
juga ada lempar batang rokok ke dada mereka
sengaja

bentakannya pasti
membentak untuk saling tenangkan diri

diam mereka
lalu duduk kembali di hadapan kopi

bentakkan lagi terucap
untuk segera nikmati kopi di hadapan mereka
bentakan dengan ancaman kali ini.
"jika tak kau nikmati, kulempar muka kalian dengan cangkir itu"
masih dengan wajah yang penuh emosi dan pasti.
"nikmati..!!"
bentaknya.

tak perlu menunggu hari berlalu
seketika emosi luluh perlahan
satu demi satu hati
saling menurun
terlihat pasti dari nafasnya yang tak lagi memburu
perlahan tercipta senyuman
lalu kembali berjabatan tangan

ini,
jangan bilang kopi tak bernyali
kopi, dengan diamnya saja bisa turunkan emosi.
emosi siapa saja.
bahkan penguasa yang sok berkuasa..

Sabtu, 11 Oktober 2014

hanya jelma bidak saja

tentang ada dan tiada.
dunia selalu berkuasa.
Tuhan yang buat cerita.
seperti dunia tak ubahnya belantara.
terasa kejam dalam tiap putarannya.
tapi begitu manis dalam pengartiannya.
tentang ada dan tiada.

mentari datang dari timur.
menghangatkan insan yang digigilkan sunyi keheningan malam.
lalu memanas, dan meranum jingga.
kemudian membenamkam dirinya di barat.
di waktu seperti biasa.

seperti juga rembulan.
datang tepat waktu bersama malam.
lalu bercanda cinta dengan sayup bintang di keheningan.
dingin dibuai angin dalam kegelapan.
kemudian hilang.
berganti lagi rona fajar yang sempurna.

tentang ada dan tiada.
dibumbui kisah dan kasih cinta.
dirasa oleh hati setiap manusia.
lalu menguat begitu hebat.
mendarah daging.
hingga enggan berpaling.

kita hanya bidak.
yang menjelma sempurnanya manusia.
semua bekal dibawakanNya.
pun nafsu kuasa.

kita hanya bidak.
yang berjalan dengan kaki seadanya.
meraba dengan tangan sederhana.
lalu berlari seakan benar tujuannya.

kita hanya bidak
yang ditakdirkan untuk belajar semuanya.
tentang apa,
tentang siapa,
dan bagaimana sekitar kita.
lalu merangkumnya menjadi diri kita.
menjadi berbekal dan berakal.

kita hanya bidak.
dijalankan atas garis dan tulisanNya.
dijadikan bermartabat.
dikuasakan berharkat.
lalu dihempaskan cobaan.
sampai tersungkur agar kembali ingat kepadaNya.

kita hanya bidak.
yang setiap jengkalnya sudah tergambar pasti sebelum kelahirannya.
yang setiap ucapnya sudah dituliskan jelas sebelum bernyawa.
yang setiap lakunya sudah ditakdirkan indah sebelum tangisnya menyapa dunia.

kelak, yang ada pasti akan tiada.
mungkin menyisakan tangis dan kenang belaka.
dan meninggalkan arti dari sebuah nama.
yang akan lebih kekal dari nyawanya.

dan serta cinta.
coba kau sapakan lutut pada bumiNya.
besimpuh meminta maaf atas semua lakumu.
lalu bersujud menangis, meraungkan dosa sumua.

kita hanya bidak.
yang sempurna.
tercipta bagai maha karya agung.
lebih tinggi derajat dari makhluk lainnya.

karna kita bidak yang sempurna.
kita juga pasti punya lupa..

Jumat, 10 Oktober 2014

wanita di remang malam

senja telah tiada.
malam menyapa keheningan.
angin berhembus perlahan.
bintang dan bulan saling berdekapan.
dingin bukan lagi pilihan.
tapi menjadi hak setiap kulit yang merasakan.

seorang wanita,
bergegas melaju dengan roda duanya.
dengan buru dan degup pacu jantungnya.
membelah ramainya kota.
menuju cafe tempatnya bekerja.

sudah pukul sembilan, tunjuk arloji di tangannya.
dan jalan masih setengah yang harus dituntaskannya.
melaju, melesat, tanpa pandang apa dan siapa.
membawa serta tas yang bergantung di pundaknya.

wanita di remang malam.
dia penghibur.
tapi bukan pemuas nafsu birahi.
dia penghibur setiap hati yang sepi dan sunyi.
di tangannya tercipta nada.
menghentak dan mengoyak sepinya nuansa.
enyahkan pandang buruk padanya.
meski kadang hatinya terluka karenanya.

setiap mata memandanginya telanjang.
entah apa saja yang tergambar di pikiran mereka.
tapi aksi wanita itu tak berubah.
tetap indah dengan senyum yang sesekali merekah.

di sudut nampak seorang lelaki memandanginya.
duduk sendiri dengan beberapa ponsel di meja depannya.
sibuk sepertinya.
ada kerut di dahinya sepanjang malam.

pesta meriah,
tapi lelaki itu tetap saja kerutkan dahinya.
semua bersorak,
tapi lelaki itu hanya diam memandangi ponselnya.
musik kian menghentak,
tapi lelaki itu hanya duduk tanpa sedikitpun beranjak.

lalu turun wanita itu.
ternyata lelaki tadi kekasihnya.
berlalu mereka.
mencari tempat yang sedikit tenang dalam kerumunan.
kerut dahi lelakinya tetap saja.
dan senyum wanita itu mulai berubah menjadi tunduk sayu.

mulai.
mulai bibir lelakinya menganga.
memuntahkan semua keegoisannya.
memaki wanitanya yang sudah tertunduk tak berdaya.
lalu tangannya melayang ringan ke pipi wanita itu.

semua mata heran.
bising seketika menjadi hening.
tertegun memandang yang tak lazim.

hey bung,
dia wanita.
kekasih hatimu, seharusnya.
bukan pemuas keegoisanmu belaka.
kau tiduri tubuhnya,
kau kulum bibirnya,
kau ambil hartanya,
kau maki dia,
kau tampar dia,
kau permalukan dia.
tidakkah ada hati di hatimu..?
tidakkah tangis wanitamu sedikit merobek keangkuhanmu..?

maaf, cangkirku tadi melayang padamu..

si tua yang tak tau diri

malam datang
cuap-cuap musik berdentum kencang
langkah-langkah lelaki pecinta kumbang
menjelma seakan Tuhan sedang terpejam

langkah-langkahnya berat.
di saku celananya sedang ada limpahan harta.
entah darimana
sepertinya mereka pemuja dunia
harta yang siap membeli nafsu di balik sepasang paha.
lalu bergelak tawa seakan bahagia di bibir dosa.

sengat mentari siang, pantulkan senyum kedermawanan.
sekitarnya memujanya bak raja tanpa dosa.
bersabda tentang kekuasaannya.
seakan semua harus tunduk di kaki busuknya.
baju perlente, jam tangan emas, dan kilau sepatu import dari italy.
mengemas dosa menjadi sinar bercahayakan pahala.

senyum ditebarkannya.
menutup tangis imannya yang terbelenggu setan-setan nafsu.
nuraninya menciut, seakan tak berani membantah ajakan setan.

ah, malam yang hebat.
merah mata mereka.
bibirnya tak henti menenggak anggur jaman tua.
lalu mengulum lidah wanita yang mereka beli dengan hartanya.

semakin malam, semakin menggila saja ucapannya.
berteriak lantang seperti penguasa tanpa habis dunianya.
tangan-tangan hitamnya hanya bermain di balik rok pendek wanitanya
bibirnya pun turun di leher putih yang wangi dan menggoda.
pahanya sudah penuh sesak diduduki pinggang wanitanya.
sesak juga dengan perut buncit yang entah apa isinya.
mungkin dosa.
bernyanyi-nyanyi tak terarah.
tak berirama sama sekali di telingaku.
tapi menurutku mereka nyaman-nyaman saja.

hampir pagi.
setan belum pergi.
bahkan semakin asik menari di pikiran kotor lelaki tadi.
minumannya habis.
kakinya tak kuat menahan perut buncitnya.
sempoyongan.
botol-botol pun pecah tersenggol tangannya yang sudah bau oleh paha wanitanya.
tapi dia mencoba kuat dengan memeluk tubuh wanitanya.

seorang kasir sampai menghampirinya dengan membawa nota.
tak lupa juga seorang kasir itu membawa takut yang sampai tundukkan kepala di hadapannya.
dibayarnya semua.
dan tanpa meminta kembalinya.
ah, banyak juga hartanya.

berlalu dia dan teman-teman tuanya.
jangan salah.
kini tangannya tidak kosong.
jari-jari lentik wanita muda tetap diremasnya tanpa udara.
erat.
begitu erat.
bibirnya seakan tak bisa lepas dari leher wanitanya.

sepertinya dosa malam ini belum berakhir baginya.
ranjang dan nafsu masih menunggu di dosa berseri berikutnya.

si tua yang tak tau diri

nelayan dan uang arisan

semilir angin
membawa serta riuh ombak
mengayun bakau
melambaikan daun nyiur

burung-burung bertebaran
bercanda riang di kejauhan
mencari mangsa ikan
yang juga manusia butuhkan

sebuah perahu sederhana
bersiap menyapa ombak deras
hanya berisi empat orang awak
membawa pesan kelaparan keluarganya
dan juga manja anak-anaknya

tangan-tangan kekar beradu
beradu dengan kail, jala dan dayung
menahan panas mentari
melawan kerasnya pukulan angin

di tiap kayuhan perahunya
ada rengek manja anaknya
di tiap tetes keringatnya
ada bayang bahagiakan keluarganya
di tiap genggam jalanya
ada kubur cita-cita kecilnya

lelaki.
merekalah lelaki
lelaki yang berani kesampingkan semua ego, mimpi, dan hobynya
demi bahagiakan semua yang kini telah menjadi tanggung jawabnya

tidak semua lelaki bisa di sama ratakan
setiap manusia punya pembeda ketebalan iman
mereka lelaki yang bertanggung jawab pada semua yang mereka sayangi
bertanggung jawab menghidupi meski harus melawan kejam ombak
mereka lelaki yang sanggup mengubur semua cita-cita kecilnya, demi bahagia anaknya, dan uang arisan istrinya..

Kamis, 02 Oktober 2014

senja di kopiku

ranum manja mentari sore.
memerah malu.
samar nampak tersipu di celah jendela.
tak ada pucat pasi karna awan hitam.
begitu anggun.
meski tak seanggun saat kupeluk dia serta.

dari balik tembok ruang.
hati menyepi dibuai kenangan.
sendiri menanti waktu tiba di peraduan.
sebuah peluk hangat yang tak pernah lekang.

di buru waktu.
jantung berdegup tak tentu.
di biarkan semua yang ada.
terabaikan puing-puing nestapa dunia.
melaju.
seakan waktu tak mau menunggu.
langkahnya menjauhkan mata.
melepas semua rindu yang masih tersisa.

tiba di ujung sana.
sepasang mata menatapnya merindu.
tangannya bergegas membelai.
bahasa tubuh yang begitu santai namun aduhai.

tersaji secangkir kopi.
sesederhana sambutnya tadi.
tapi entah begitu saja terbangkannya tinggi.
meninggi tak terkendali.
tak sendiri.
sepasang mata tadi menyandingi.
senyumnya merekah bak senja hari.
indah.

lelah dan semua yang terasa dalam sehari
lenyaplah sudah.
dibayar lunas oleh senyuman.
dan sapaan ringan.

senja di sana hanya diam saja.
merahnya seakan mengiri pada mereka.
ranumnya seakan terbata.
melambat sudah waktu dunia.
sebelum semua kekal dalam bahagia.

Minggu, 28 September 2014

wajah dunia

seorang anak berjalan sendiri.
menyusuri malam yang terasa begitu sepi.
dingin, menggigil menusuk tubuh kecilnya.
hanya beralas sandal japit biasa.

wajahnya penuh dengan bahasa luka.
lelah dunia seakan ada semua di sana.
lapar, lelah, dingin, tak tentu arah, dan rindu ingin pulang ke rumah, seakan berbicara lirih dari matanya yang sudah mulai sayu.

tapi bibirnya masih berdendang.
mendendangkan lagu bahagia.
untuk sekedar menghibur orang-orang di sekitarnya.
lalu berharap welas asih sekedarnya dari penikmat suaranya.

ada yang memberinya karna kasihan.
ada juga yang memberinya cemoohan.
semua seperti sudah biasa baginya.
lalu dia hanya membalas dengan senyuman saja.
senyum pada semua, dengan sama rata. tanpa pengecualian.

sekecil itu..??
dunia sudah tampakkan kebengisan pada lelaki sekecil itu..?
sekecil itu..??
dunia sudah memisahkan dia dari masa bermain dan peluk hangat orang tuanya..?
sekecil itu..??
dia sudah bisa melapangkan hati untuk bisa menerima cemoohan..?

di sana, di bagian bumi berbeda, anak seumurannya sedang merengek memanja meminta tablet untuknya bermain game sembari menikmati ice cream.

inikah wajah dunia..?
hebat..!!

Sabtu, 27 September 2014

sahabat, apa kabarmu di sana..?

masih ada yang tertinggal di sebuah kisah lalu yang kita lewatkan bersama.
sebuah mimpi tentang kebersamaan.
untuk bisa melenggang manis di bibir jurang tantangan.
lalu meraih bahagia dengan kepal tangan saling bergandengan.

begitu banyak indah yang kita lewati.
bahagia, tawa, haru, dan emosi.
kita hadapi dan kita lalui bersama.

suka dan duka masih tersisa.
tersisa manis di kopiku.
semua tentang kebersamaan kita lalu.
sebelum sombong dunia menghabisi.
lalu memberi kita rentang jarak yang begitu mampu sakiti hati.

kebersamaan kita pernah sempurna.
bahkan kita pernah merasa memiliki dunia.
kita dapatkan harta, kita luluhkan keras cinta.
sebuah bahagia untuk kebersamaan, bukan..??

dan waktu kini berjalan lirih.
detik dan menit seakan membawa puing kenangan menjadi rindu.
sesak.
tak lagi ada tawa dengan bersulang kopi.
tak lagi ada saat kita duduk bersama lalu saling berbagi.

sahabat, apa kabarmu di sana..?

konak mata nafsu mereka

secangkir kopi manis.
lamban kunikmati.
duduk di peraduan dunia.
hanya ada indah saja.
sejauh apapun mata memandangnya.

sapa seorang tua yang berjalan turun memikul kayu bakar untuk rumahnya, segarkan hari.
ramah dalam senyuman, hangat dalam sapaan.
kutawarkan kopiku untuknya, tapi dia hanya mempersilahkan saja.
tak ada bincang lama, mungkin dia bergegas ingin sampai rumahnya.
menyapa canda dan senyum cucunya.

entahlah, bagaimana cara Tuhan ciptakan indah ini.
bak karya seni agung yang tak mungkin tangan manusia ciptakan.
begitu detail, begitu presisi, begitu terlihat nuansanya, begitu indah perpaduan warnanya.

ah, manusia bisa apa..?
aku semakin merasa kecil di sini.
semakin merasa tak berarti.
hanya duduk bersanding kopi, lalu memandangi hamparan indah ciptaan Illahi.
melamun saja aku dibuatnya.

sebagian mereka, bergantung hidup pada indah ini.
apa saja mereka dapat.
tapi sebagian lagi berwajah senyum malaikat, tapi tangannya menggerayangi bumi di sini.
matanya begitu sadis memandang eksotik tubuh bumi.
nafsunya membiru, liurnya menetes jatuh.
konak dia memandang ini semua.

niatnya begitu saja datang seraya nafsunya.
menyetubuhi bumi ini.
merampas semua indahnya, lalu menyisakan luka pastinya.

tidakkah mereka ingat,
bumi pun bisa berontak.
dan saat itu terjadi, tak satupun dari kita yang sanggup sembunyi.

cobalah pikirkan anak cucumu..

Jumat, 26 September 2014

rindu malam, kopi, dan aku

dan cangkir kopi yang kau suka sudah kuhidangkan.
bersanding dia dengan cangkir kopiku.
manis.
seakan bercanda, seakan berbincang mesra.
sayang aku tak bisa mendengarnya.

di sini, malam sedang merangkai tanya.
tentang semua yang terjadi.
tentang malam-malam lalu yang terlewatkan.
dan dia bertanya pada sepi.
terjawablah pasti.

mungkin malam juga sedang menanti.
riuh anginnya begitu gaduh.
tak sabar ingin memeluk dingin sebuah tubuh.
sayangnya mungkin sudah terlalu jauh.
bahkan untuk sekedar terrengkuh.

menyisakan rindu.
rindu malam, rindu kopi, dan rinduku.
bisa kau bayangkan,
bagaimana perbincangan kami malam ini..?
iya, sepi..

harusnya bermain

anak-anak kecil lari bertelanjang kaki.
berteriak bebas layaknya mantan pendosa yang keluar bui.
mengejar yang tak ada,
tapi begitu riang gembira.

aku ingin seperti mereka.
berlarian bebas semaunya.
berteriak lantang sekenanya.
tertawa lepas tanpa dahaga.
lalu bermain tertawakan dunia.
tanpa beban.

mungkin hanya masalah jaman.
hari bergulir tak beraturan.
lalu sampaikan diri pada sebuah pijakan.
di mana semua mata menghamba pada harta dan kekuasaan.
lidahnya menjilati bangkai jalanan.

arus ini begitu deras.
membawa insan tenggelam dalam buas.
semua tentang harga diri seakan terampas.
habis, habis semua tak berampas.
seperti kopi dari seberang sana yang di sesap tanpa ampas.

mungkin harusnya tak seperti ini.
andai masih ada jiwa dan martabat diri.
andai kita masih bisa saling bertoleransi.
andai kita masih menjaga untuk saling menghormati.

kini, apa yang bisa kita tinggalkan pada anak-anak kita nanti..?
masihkah akan ada permainan di lapang yang luas esok nanti..?
masikah ada mimpi-mimpi yang diterbangkan angin sore seperti tadi..?

bukan karna nasi telah menjadi bubur,
tapi cobalah kau tanak nasi kembali..

Senin, 22 September 2014

obat luka sayap parkit

parkit kecil menyanyi.
tak jelas arti, tapi indah kudengar sampai hati.
alunannya begitu harmonis.
meski sesekali dia memijak kotoran, tak manis.

di sangkar mewahnya, semua ada.
harta, wibawa, dan semua tentang hebat dunia.
tapi sepertinya tidak dengan cinta.
itu matanya yang bicara.

apa yang salah dengan sangkar ini..?
kuamati. sambil ngopi.
kupelajari, sambil ngopi.
kucermati, sambil ngopi.

lama, bahkan sampai parkit itu tertidur dengan satu kakinya.
memejam matanya seakan menutup muka gundah hatinya.

dan saat terbuka matanya, coba kusediakan sangkar sederhana.
tepat di samping sangkar mewahnya.
tidak sehebat dan senikmat biasanya,
tapi coba kutawarkan kenyamanan yang belum dia coba.

kepak sayapnya bergegas mengambil tempat.
meski kuucapkan "di sini tak seperti di sana".
dia tak hiraukan ucapku.

biaiklah, terbanglah di sini.
menarilah, dan bernyanyilah di sini.
sebebas apa yang kau impikan selama ini.

biar perlahan kusediakan obat untuk bulu sayapmu yang pernah tergores karna sangkar mewahmu, dulu.

agar engkau lebih indah lagi.
agar aku selalu dengar semua nyayian indahmu yang tanpa tapi.
dan agar kopiku tak lagi sepi.

rimbamu yang indah menggugah

berjalan menelusuri rimba hatimu.
kadang mencabik buas setiaku.
kadang kutemukan kurma manis, sekedar pengobat cabik ganas yang bengis.

mungkin pelantun nada-nada pengiring rimba sedang cuti.
heningnya begitu sendiri.
cuap-cuapnya tak terdengar lagi.

rimba ini tak jelas, mencekam.
tepiannya tak segera kutemukan.
bahkan saat ku balikkan arahku untuk menelusuri pusatnyapun, tak dapat ku temukan.

rimbamu begitu lebat, sayang.
cahaya ramah matahari pun seakan enggan menyapaku.

di sini, aku duduk sendiri meratapi semua langkahku.
mungkin aku salah.
mungkin seharusnya aku tak di sini.
mungkin karna rimba ini begitu rumit untukku.

kini yang ada hanya sesal.
tapi harus kuakui, rimbamu begitu indah.
meski kurang seberapa ramah, tapi rimbamu begitu menggugah.

ijinkan aku tetap di sini saja.
biar ku cari sendiri jalanku dari sini.
meski tak semestinya, tapi ini kujalani saja.
apa adanya, seperti yang Tuhan janjikan pada ajaranku saat masih ingusan dulu.

haruskah harusnya..?


ditikam kenangan
rindu mampus terkapar di sudut ruang
menghela sisa nafas di tenggorokan
lalu merintih kesakitan.

enyah saja jika memang tak bernyawa
tak perlu menyiksa.

biar kenangan manis tersenyum dalam bayangan.
mungkin rindu sesekali akan datang.
tapi aku akan terbiasa karna memang kau tak akan pernah ada.

biar semua rindu hangus.
biar cinta itu lebur.
biar mimpi dulu runtuh

meski nanti sesak akan begitu hebat sempitkan dada.
tapi kupercayakan padaNya.

Dia.
Dia yang pernah berjanji bahagiakanku.
Dia yang pernah berjanji buatku tak menyapa tangis sepi lagi.

karna aku bukan milikmu.
aku milikNya, yang sedari kemarin kau nikmati.
yang sedari kemarin kau cumbui tak habis dengan liurmu..

Senin, 04 Agustus 2014

sore di kota binal


seekor elang terbang mlayang, tinggi menyapa awan yang muram dalam kegelisahan. mendung menyapa sore yang bergulat lelah dengan jadwal.

lelah diam-diam menyelinap di tubuh. mata mulai sayu memandang hamparan jalan, jenuh. seketika tersentak, mata menyala, terkejutkan.
mudi mudi bercengkrama, sederhana. sesederhana mereka berdiam di pangku ayah bundanya. tak hiraukan budaya. celana 10 cm dari pangkal paha. mengumbar halus kulitnya.
di sana gadis-gadis berkeliaran begitu saja, tawanya menganga, seakan siap menerkam semua yang ada.

di sudut jalan, ada teriakan memanggil namaku. di kedai kopi sederhana, teman lama sedang duduk menikmati suasana. kuhampiri saja. sekitarnya banyak mama-mama muda sedang arisan sepertinya. berjilbab atasnya, jagetnya di buka, dan membirkan lengannya terbuka. ah, ini budaya seperti apa..

senja akan datang, mentari mulai jatuhkan kesombongannya. sinarnya memerah manja. pandang masih tetap saja. tersajikan pemandangan binal yang tepiskn semua budaya. tapi entahlah, nafsuku tak ada. aku hanya bayangkan mereka adik-adikku, yang harusnya waktu ini sedang belajar mengaji atau les private untuk ujian yg akan mereka hadapi..
harusnya, begitu adanya..

Minggu, 03 Agustus 2014

dia sahabatku, jangan ganggu..!!


malam datang, sayup-sayup deru mesin memekakkan telinga. kupandang sepasang mata sedang gelisah dibuai dilema. diam, aku hanya memandanginya diam. semakin sayu saja sepasang mata itu.

secangkir kopi tersuguhkan, hangatkan. sebuah bincang ringan tentang hidup kusuguhkan. ya, seperti itulah, hidup tak pernah lelah untuk menuntut. tapi, mata itu terlalu jauh memandang. sepertinya kosong.

sahabat, katakan saja apa yang terjadi. biar aku dan kopi ini jadi pendengar baik.

gelisah duduknya, mungkin ada duka di hatinya, atau sedang beramarah pada jalan hidupnya. perlahan malam semakin malam. dingin semakin dingin. kopi pun ikut menghitam dan mendingin. tak hiraukan siapa, tak hiraukan bagaimana, keluhnya seakan menggugah semua bulu kudukku..

sahabat, nikmati dulu kopimu. mungkin sedikit bisa menenangkanmu. ucapku lirih. diminumnya, dirasakannya sampai masuk tenggorokan.

sejak itu, malam demi malam dilalui dengan cecaran ceritanya, kopiku diam saja mendengarkan. tak berani berkata apapun, hanya mendengarkan. sisa amarah seakan masih memerah di sorot matanya. masih bara. dan kukunci rapat mulutku untuk itu.

maaf, mungkin tak banyak yang bisa kukatakan, aku hanya mampu mendengarkan. aku tak berani ambil sikap untuk itu. karna aku tak ingin merusakmu. dan aku hanua mampu sediakan tubuh, dan waktuku untuk menjadi sahabat pendengar terbaik untuk keluhmu.

waktu kini telah berlalu. kabar tentangmu seakan tak kudengar lagi, sesaat setelah kau ikrarkan tak hiraukan masa lalu. pesan singkat di ponselku pun tak pernah kutemui namamu. semua berubah seketika, sekejap saja. mungkin aku ikut serta pada masa lalu yang tak ingin kau hiraukan pada ikrarmu..

ah, semoga kau baik-baik saja di sana, sahabat. dan katakan pada sahabatmu, kau jantan petarung dunia. bukan kambing perah yang diikat lehernya.

jika mungkin nanti dunia berbalik, kau tau dimana aku berada. temui aku di samping kopi yang pernah kau tinggal terakhir kali..

-piko

Kamis, 31 Juli 2014

kopi untuk sahabat


kopi, dalam keheningannya malam, hangatnya luluhkan angkuh dingin angin. sahabat datang dengan ribuan candaan, menerkam kelam semakin dalam.
gelak tawa ceria menyeruak dikeheningan, ah, seakan malam ini tak berbatas lagi.

teguk demi teguk hangat kopi kita rasakan, sembari tepiskan rintik hujan.
hangatnya menusuk membawa hangatnya persahabatan.
bintang takkan pernah jadi milik kita, tapi kita sinari malam dengan kasi indah persahabatan yang membintang.

manis, kopi ini begitu manis.
rengkuhlah dengan kasih yang tak pernah akan terkikis.
lihatlah didasar cangkir terlapis, disana ada ampas yang menunggu dengan miris.
diam dalam penantian, dan siap terlupakan.

ah, ini kopi, reguklah.
rasakan betapa hangatnya begitu dirindukan tubuh ini.
secangkir untuk persahabatan.
hangat dan manisnya takkan pecahkan memunafikkan.
kebersamaan dan candaan, selalu terlampiaskan.
meski kadang muram selimuti kegelapan..

Rabu, 30 Juli 2014

rintih janda di gubuk tua

sore itu, hujan kembali datang dengan serombongan angin.
membelai, dan menampar gubuk tua.

kilat datang mengagetkan, sebelum gemuruh langit.
awan sore itu begitu ingin tampil dan berpose dihadapan bumi.

-----------------------

seorang janda keluar dari balik pintu reot gubuk tua. membawa semua panci dan ember yang ia punya.
menaruh ember disamping kursi kayu rapuh. lalu ia duduk sendiri.

dibalik matanya, seperti ada binar kaca. dan bibirnya tak henti menggumamkan panjatan dan doa pada pemilik hidupnya.
ditangan kanannya, bergulir tasbih putih oleh-oleh haji tetangga ujung jalan.

tak henti dia gulirkan satu demi satu butir tasbihnya, sambil bibirnya tetap menggumam.

was-was, dan takut istananya akan runtuh terseret angin. karna itu satu-satunya yang ia punya.

sendiri dalam dingin yang menggigil, dia merintih pada Tuhannya..
bukan tentang bagaimana membangun negaranya, tapi bagaimana hujan itu berlalu dan istananya tetap kuat sampae mentari esok tiba..

meraja rasa tanpa ragu setia

meraja rasa tanpa ragu setia

segumpal tanya yang tersimpan ayu dipelipis mata, menangis.
menghujami bumi denga air yang tak usai berderai
membuka luka yang tak pernah berujung cinta

lelaki kecil duduk sendiri dengan secangkir kopi
mencoba mengenang kisahnya yang berlalu 
cecaran tanya dari bibirnya untuk hatinya
mengapa hanya kita yang rasakan semua..?

berbekal keangkuhan yang diwarisi
langkah gontai menari,
mencoba menyapa lembut bumi
meski tangis tak habis basahi pipi.

ah, dunia..
kemana arah angin esok pagi..?
insan sepi yang tertunduk lesu disini,
berharap ada sisa bintang di sapa lembut mentari..

dan insan disini,
masih setia dengan rindu yang pernah menyapa mimpi.
menjaga itu,
dan tetap menjaga..

semoga mentari meluluh dan tersenyum, lalu memelukku..

kepakan lembut jemari cinta


jalan panjang,
tergenang air dan ramainya penjaja souvenir.
riuh mengaduh sampai jalan terakhir.

ah, hujan sepertinya mengganggu usik jemari kita yang saling meremas.
kudekap saja dirimu,
dan coba menahan hujan yang siap basahkanmu,
dengan tanganku.

seorang tua disudut jalan jajakkan minuman.
menghangatkan.
kau memanja padanya,
dan aku merayumu mesra.

berjalan kita berlalu.
menyusuri malam, lalu menerobos derai hujan.
bercanda dengan dingin,
kita nikmati hangatnya kopi dihamparan tanah lapang.
lalu kerling bintang seakan ikut merasakan.
dia malu tak tampakkan sendu.

kau berkisah tentang dirimu,
begitu juga denganku. 
lalu anggukan pasti, kau berikan saat kuucapakan "kita saling memiliki'

kau menggigil dingin,
gemetar bibirmu begitu kencang.
ah, ini dadaku untuk memelukmu,
lalu hangatkanmu.

hari demi hari,
kita lalui ribuan rasa dan segudang cinta.
tak luput pula dosa,
dari sepasang anak manusia.

tertawakan sepi, lalu menyepikan keramaian,
kitalah pencipta alur cinta.
meski hanya di hati kita sendiri.
lalu bahagia, dengan cara kita.

suatu waktu nanti,
dijemari lembutmu,
ijinkan ada cintaku yang melingkarinya.
dengan semua setia yang kupunya,
kuletakkan dinyawamu saja.

karna kita bukan lagi layaknya sepasang burung,
yang terbang beriringan lalu berkejaran.
kitalah sepasang kepak sayap burung,
yang siap terbangkan cinta.

republik kardus kolong jembatan

penderita dunia,
yang tlah kalah dalam bengisnya perang kehidupan.

mereka yang selalu ada ditepi-tepi jalan raya,
dengan busana sisa lebaran dua tahun lalu.
robek dan kotor,
meski telah dicuci hujan. lalu kering karna guyuran terik mentari.

----------------------------

penderita dunia,
yang tlah kalah dalam bengisnya perang kehidupan.

beralas kardus-kardus sisa,
dan plastik-plastik kotor menjadi selimutnya.
mengolong dibawah jembatan,
lalu tertawa, menertawakan kekalahannya..

---------------------------

penderita dunia,
yang tlah kalah dalam bengisnya perang kehidupan

melahirkan anak-anak jalan raya.
yang akan besar dengan mimpi yang berbeban menopang jembatan.
berlari-lari dengan kejaran aparat dan hujaman air langit.

takkan ada kebahagian lagi dinegriku,
mereka, akan tetap ada.
lalu muncul dengan tangisan yang tulus dari nasibnya, membayangi mimpi setiap kita yang berhati..

adakah arti kita mencari hebat dunia, jika dimimpi kita akan tetap saja ada tangis mereka..?

membayangkan mereka menimang bayi-bayi jalanan, seakan sepotong pizza tak lagi pantas lambungku menerimanya..

aku dan mereka sama.
kasih dan cinta, tetap tertuju padaNya..

jerit hati seorang lanang pada angan

jerit hati seorang lanang pada angan

maafkan semua salahku,
yang tak bisa merubah daftar nama panjat doa setelah sujud-sujud terakhirku.
dan kau berada diurutan ke-empat..
1, untuk nabiku;
2, untuk senyum tenang arwah ayahku;
3, sehat dan senyum ibuku;
4, bahagiamu

--------

sepertinya, alasan apapun akan kuterima untuk bahagiamu.
termasuk "alasan bahagiamu, karnanya"

-----

kadang aku berfikir,
harus berapa kuil ikhlas yang harus kulalui..?

atau aku harus berjalan kebarat,
melewati seribu kuil ikhlas,
untuk mendapatkan cinta suci..?

menghentakkan kaki pada bumi,
agar dewa bumi datang dengan membawa harum tanah setelah hujan,
untuk kusampaikan padamu..

melempar langit dengan sejuta petasan,
agar dewa langit datang dengan membawa bintang dan mentari,
untuk kuserahkan padamu..

mencemari laut dengan potas,
agar dewa air datang dengan membawa canda tawa ikan dan karang untuk kuberikan padamu..

mengotori udara dengan kepul asap,
agar dewa angin datang dan mau menyampaikan semua rinduku padamu..

--------

aku masih lelaki jantan yang merindukan wanita ayu menawan untuk kusanding disatu-satunya pelaminan, lalu membahas semua agar tak lagi ada sesenggukan..

akulah sang lanang, yang menjerit lantang untuk menantang..

marisha

wanita jalang terlahir cantik bernama marisha.
menyemburatkan aroma wangi dari sekujur tubuhnya, yang seakan mengundang para pemilik hidung belang..

wajah cantik nan rupawannya tersenyum memanja, seperti isyaratkan ajakan untuk semua lelaki.. senyum itu seperti terobral gratis lalu laris manis..

satu demi satu tubuh gagah para lelaki mendekapnya buas..  ya, mungkin seperti harimau yang sedang buas dengan liur menetes ditaringnya.. lapar dan dahaga..

senyum manis dan lembutnya tak  berbalas dengan senyum setiap lelaki yang mendekapnya.. bahkan mungkin cambuk dan tikaman yang ia terima..

sakit..? mungkin marisha sudah lipa kata itu..

marisha cantik, itu yang biasa mereka sebut.. memancarkan senyum ditiap waktunya. tanpa harus merintih setelah tikaman dan tikaman para lelaki belang..

disana, diluar sana, tak ada yang bisa merasakan beban berat hidupnya.. hanya sekedar mengerti akan kebutuhan susu untuk anaknya saja, misalnya..

semua hanya sibuk dengan hujaman makian untuknya, yang seakan menutupi cambukannya kemarin malam..

pernahkan mereka sadar..? marisha terlahir juga dari kasih sayang orang tuanya.. marisha juga manusia yang memiliki hati untuk menyambut cinta.. dan dalam sadar marisha juga butuh pelukan hangat, bukan cambukan..

semoga marisha memiliki cintanya kembali..